Kamis, 27 Januari 2011

KETRAMPILAN MENULIS DI SD (Oleh: Heri Priyatno)

Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat medianya (Suparno dan M. Yunus dalam St.Y. Slamet, 2007: 96). Sementara itu Puji Santosa, dkk (2008: 6.14) mengemukakan bahwa menulis dapat dianggap sebagai proses ataupun suatu hasil. Menulis adalah menemukan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang- lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu (Tarigan dalam Muchlisoh, 1993: 233). Menurut Byrne dalam St.Y. Slamet (2008: 141) mengungkapkan bahwa keterampilan menulis pada hakikatnya bukan sekedar kemampuan menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata dapat disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkan keterampilan menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil.
Jurnal internasional oleh David dalam (http://www.isetl.org/ijtlhe/) yang membicarakan tentang penelitian menulis (journal of writing research) mengemukakan beberapa hal yang terkait dengan menulis sebagai berikut :
Writing contributes uniquely to learning. Through writing we can create new possibilities not inherent to speaking and observation (Emig, 1977). Yang berarti bahwa menulis dapat memberikan kontribusi unik untuk belajar. Melalui menulis kita dapat membuat kemungkinan-kemungkinan baru yang tidak melekat pada berbicara dan observasi semata (Emig, 1977).
Writing is an active learning process key to improving communication (both written and oral) and thinking, writing is embedded within social process some formal and others informal, and writing is primarily (although formal not exclusively) in a social activity (Russell, 1997; Young, 1994). Menulis adalah proses pembelajaran aktif yang dijadikan kunci untuk meningkatkan komunikasi (baik tertulis maupun lisan) dan berpikir, menulis adalah proses sosial dalam bentuk formal maupun informal, dan menulis adalah kegiatan utama (walaupun tidak eksklusif) dalam kegiatan sosial (Russell, 1997; Young, 1994).
Menurut Robert Lado dalam Agus Suriamiharja, Akhlan Husen, dan Nunuy Nurjanah (1997: 1) mengatakan bahwa: to write is to put down the graphic symbols that represent language one understand, so that other can read these graphic representation. Dapat diartikan bahwa menulis adalah kegiatan mengungkapkan pikiran ke dalam bentuk simbol-simbol grafik untuk menjadi kesatuan bahasa yang dimengerti, sehingga orang lain dapat membaca simbol-simbol bahasa tersebut.
Menulis, menurut Mc. Crimmon dalam St.Y. Slamet (2007: 96), adalah kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskan sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas. Begitu pula menurut Hernowo (2002: 116) bahwa menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan. Dengan demikian, menulis merupakan serangkaian kegiatan untuk mengemukakan suatu ide atau gagasan dalam bentuk lambang bahasa tulis agar dapat dibaca oleh orang lain.
Dapat juga diartikan bahwa menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak orang lain secara tertulis (Agus Suriamiharja, Akhlan Husen, Nunuy Nurjanah, 1997: 1). Selanjutnya juga dapat diartikan bahwa menulis adalah mengubah bahasa lisan, mungkin menyalin atau melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, membuat laporan, dan sebagainya. Sedangkan menurut J.Ch. Sujanto (1988: 60) menulis merupakan suatu proses pertumbuhan melalui banyak latihan. Sebagai suatu proses, menulis merupakan serangkaian aktivitas (kegiatan) yang terjadi dan melibatkan beberapa fase (tahap) yaitu fase pramenulis (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan), dan pascapenulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan tulisan) yang memerlukan banyak latihan (St.Y. Slamet, 2007: 97). Sejalan dengan itu, Sri Hastuti dalam St.Y. Slamet, (2007: 98) mengungkapkan bahwa:
Menulis, di samping sebagai proses, menulis juga merupakan suatu kegiatan yang kompleks karena melibatkan cara berpikir yang teratur dan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan teknik penulisan, antara lain: (1) adanya kesatuan gagasan; (2) penggunaan kalimat yang jelas; (3) paragraf disusun dengan baik; (4) penerapan kaidah ejaan yang benar; dan (5) penguasaan kosakata yang memadai.
Dalam kegiatan menulis, diperlukan adanya kompleksitas kegiatan untuk menyusun karangan secara baik yang meliputi: (1) keterampilan gramatikal, (2) penuangan isi, (3) keterampilan stilistika, (4) keterampilan mekanis, dan (5) keterampilan memutuskan (Heaton dalam St.Y. Slamet, 2008: 142). Sejalan dengan hal tersebut kemampuan menulis menurut Sabarti Akhadiah (1994: 2) merupakan kemampuan yang kompleks, yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Sehubungan dengan kompleksnya kegiatan yang diperlukan untuk kegiatan menulis, maka menulis harus dipelajari atau diperoleh melalui proses belajar dan berlatih dengan sungguh- sungguh.
De Porter dan Hernacki (2006: 179) menjelaskan bahwa menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika). Dalam hal ini yang merupakan bagian logika adalah perencanaan, outline, tata bahasa, penyuntingan, penulisan kembali, penelitian, dan tanda baca. Sementara itu yang terma bagian emosional ialah semangat, spontanitas, emosi, warna, imajinasi, gairah, ada unsur baru, dan kegembiraan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat didefinisikan menulis adalah serangkaian proses kegiatan yang kompleks yang memerlukan tahapan- tahapan, dan menuangkannya ke dalam bentuk tulisan sehingga pembaca dapat memahami isi dari gagasan yang disampaikan. Dengan kata lain bahwa menulis merupakan serangkaian kegiatan yang akan melahirkan pikiran dan perasaan melalui tulisan untuk disampaikan kepada pembaca.
Adapun unsur-unsur menulis dan manfaat menulis dapat dijelaskan di bawah ini:
1) Unsur-unsur Menulis
Dalam membuat sebuah tulisan, diperlukan beberapa unsur yang harus diperhatikan. Menurut The Liang Gie (1992: 17-18), unsur menulis terdiri atas gagasan, tuturan (narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi), tatanan, dan wahana.
1) Gagasan
Topik yang berupa pendapat, pengalaman, atau pengetahuan seseorang. Gagasan seseorang tergantung pengalaman masa lalu atau pengetahuan yang dimilikinya.
2) Tuturan
Merupakan pengungkapan gagasan yang dapat dipahami pembaca. Ada bermacam-macam tuturan, antara lain narasi, deskripsi, dan eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
3) Tatanan
Tatanan merupakan aturan yang harus diindahkan ketika akan menuangkan gagasan. Berarti ketika menulis tidak sekedar menulis harus mengindahkan aturan-aturan dalam menulis misalnya:
4) Wahana
Wahana juga sering disebut dengan alat. Wahana berupa kosakata, gramatika, retorika (seni memakai bahasa). Bagi penulis pemula, wahana sering menjadi masalah. Mereka menggunakan kosakata, gramatika, retorika yang masih sederhana dan terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut, seorang penulis harus memperkaya kosakata yang belum diketahui artinya. Seorang penulis harus rajin menulis dan membaca.
Sedangkan menurut David P. Haris dalam St.Y. Slamet (2007: 108) proses menulis sekurang-kurangnya mencakup lima unsur, yaitu (1) isi karangan, (2) bentuk karangan, (3) tata bahasa, (4) gaya, (5) ejaan dan tanda baca. Isi karangan adalah gagasan dari penulis yang akan dikemukakan. Bentuk karangan merupakan susunan atau penyajian isi karangan. Tata bahasa adalah kaidah-kaidah bahasa termasuk di dalamnya pola-pola kalimat. Gaya merupakan pilihan struktur dan kosakata untuk memberi nada tertentu terhadap karangan itu. Ejaan dan tanda baca adalah penggunaan tata cara penulisan lambang-lambang bahasa tertulis.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa unsur-unsur menulis terdiri atas pengungkapkan gagasan, tuturan yang digunakan penulis dalam menyampaikan tulisannya, tatanan dalam penulisan, dan wahana yang berupa kosakata, serta ejaan dan tanda baca.

2) Manfaat Menulis
Menulis merupakan suatu kegiatan yang mempunyai banyak manfaat yang dapat diterapkan oleh penulis itu sendiri. Menurut Sabarti Akhadiah, dkk. (1994: 1-2) ada beberapa manfaat menulis antara lain yaitu:
1) Dengan menulis dapat lebih mengenali kemampuan dan potensi pribadi yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang ditulis.
2) Melalui kegiatan menulis dapat mengembangkan berbagai gagasan atau pemikiran yang akan dikemukakan.
3) Dari kegiatan menulis dapat memperluas wawasan kemampuan berpikir, baik dalam bentuk teoritis maupun dalam bentuk berpikir terapan.
4) Permasalahan yang kabur dapat dijelaskan dan dipertegas melalui kegiatan menulis.
5) Melalui tulisan dapat menilai gagasan sendiri secara objektif.
6) Dalam konteks yang lebih konkret, masalah dapat dipecahkan dengan lebih melaui tulisan.
7) Dengan menulis dapat memotivasi diri untuk belajar dan membaca lebih giat. Penulis menjadi penemu atau pemecah masalah bukan sekedar menjadi penyadap informasi dari orang lain.
8) Melalui kegiatan menulis dapat membiasakan diri untuk berpikir dan berbahasa secara tertib.
Dari pendapat diatas, jelas bahwa melalui menulis seseorang akan mampu mengenali potensi yang dimilikinya. Penulis akan mengetahui sampai dimana pengetahuannya tentang suatu topik atau bahan yang akan dibuat tulisan. Untuk mengembangkan topik tersebut, penulis harus berpikir, menggali pengetahuan dan pengalamannya.
Menulis sebuah karangan sederhana secara teknis dituntut memenuhi persyaratan dasar seperti kalau akan menulis karangan yang rumit. Dalam menulis karangan sederhana diperlukan adanya pemilihan topik, membatasinya, mengembangkan gagasan, menyajikannya dalam kalimat dan paragrap yang tersusun secara logis, dan sebagainya. Walaupun demikian, kemampuan menulis bukanlah milik orang yang mempunyai bakat dalam menulis saja. Dengan latihan yang sungguh- sungguh kemampuan tersebut dapat dimiliki oleh siapa saja yang berniat dalam mengungkapkan gagasannya dalam bentuk tulisan.

PEMBELAJARAN DONGENG UNTUK ANAK SD (Oleh Supriaji)

Dongeng merupakan sebuah bagian dari karya sastra anak yang dapat disajikan melalui buku pelajaran ataupun buku cerita khusus bagi anak-anak. Pada pembelajaran Bahasa Indonesia tentang menyimak, dongeng dapat dijadikan sebagai media pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik dalam menjelaskan materi pelajaran bagi peserta didik.
Berikut akan dijelaskan tentang pengertian dongeng, ciri-ciri dongeng, struktur dongeng, tema dongeng, dan pengelompokkan dongeng yaitu sebagai berikut :
a. Pengertian dongeng
Dongeng adalah jenis/bentuk prosa fiksi lama yang dalam bahasa inggris disebut folklore. Dongeng adalah suatu cerita rekaan atau fantasi atau khayalan belaka yang kejadiannya tidak mungkin terjadi, biasanya cerita yang hidup di kalangan rakyat yang disajikan dalam bentuk lisan, namun sekarang sudah banyak yang ditulis dan dibukukan (Supriyadi, 2006: 28).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 241), dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh).
Dari beberapa pendapat yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dongeng merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi dan dapat dijadikan sebagai sumber belajar pada mata pelajaran-mata pelajaran yang membutuhkan media berupa dongeng.
b. Ciri-ciri dongeng
Dongeng mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut :
1) Alur sederhana
2) Singkat
3) Tokoh tidak diurai secara rinci
4) Penceritaan lisan
5) Pesan dan tema ditulis dalam cerita
6) Pendahuluan singkat dan langsung
Berdasarkan ciri-ciri dongeng di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dongeng merupakan sebuah cerita yang mempunyai pesan yang tertulis di dalam cerita itu sendiri.
c. Jenis-jenis Dongeng
Menurut Sayyid “Satria Baja Islam” (Pendongeng anak di TVRI), jenis dongeng atau cerita mempunyai karakterisik yang berbeda, agar dapat mendongeng atau bercerita dengan tepat, terlebih dahulu harus menentukan jenis ceritanya, antara lain ditentukan oleh:
1) Tingkat usia pendengar
2) Jumlah pendengar
3) Tingkat heterogenitas (keragaman) pendengar
4) Tujuan penyampaian materi
5) Suasana acara
6) Suasana (situasi dan kondisi) pendengar dan sebagainya.
Menurut Sayyid “Satria Baja Islam” (pendongeng anak di TVRI), jenis-jenis dongeng atau cerita dapat dibedakan dari berbagai sudut pandang:
1) Berdasarkan Pelakunya
(a) Fabel (cerita tentang dunia binatang) dan dunia tumbuhan
(b) Dunia benda-benda mati
(c) Dunia manusia
(d) Campuran/kombinasi
2) Berdasarkan Kejadiannya
(a) Dongeng atau Cerita sejarah (tarikh)
(b) Dongeng atau cerita fiksi (rekaan)
(c) Dongeng atau cerita fiksi sejarah
3) Berdasarkan Sifat Waktu Penyajiannya
(a) Dongeng atau cerita bersambung
(b) Dongeng atau cerita serial
(c) Dongeng atau cerita lepas
(d) Dongeng atau cerita sisipan
(e) Dongeng atau cerita ilustrasi
4) Berdasarkan Sifat dan Jumlah Pendengarnya
(a) Dongeng atau cerita privat, terdiri dari cerita pengantar tidur dan cerita lingkaran pribadi (individu atau kelompok sangat kecil)
(b) Dongeng atau cerita kelas, terdiri dari kelas kecil (sampai dengan -+ 20 anak) dan kelas besar (sampai dengan -+ 20-40 anak)
(c) Dongeng atau cerita untuk forum terbuka
5) Berdasarkan Teknik Penyampaiannya
(a) Dongeng atau cerita langsung/lepas naskah (direct-story)
(b) Membacakan dongeng atau cerita (story-reading)
6) Berdasarkan Pemanfaatan Peraga
(a) Mendongeng atau bercerita dengan alat peraga
(b) Mendongeng atau bercerita dengan alat peraga
Jenis-jenis dongeng menurut Kusumo (2001: 9) adalah:
1) Legenda
Legenda adalah dongeng yang menceritakan tentang asal mula terjadinya suatu tempat, gunung, dan sebagainya. Contoh dari legenda adalah legenda telaga warna (dari jawa barat), legenda legenda batu menangis (Kalimantan Barat), dan lain-lain.
2) Mite
Mite adalah dongeng yang bercerita tentang dunia dewa-dewa dan berkaitan dengan kepercayaan masyarakat. Misalnya adalah Dewi
Sri dan Nyi Roro Kidul.
3) Fabel
Dongeng ini merupakan cerita tentang kehidupan binatang yang
digambarkan dan bisa bicara seperti manusia, bersifat sindiran, atau kiasan. Contohnya adalah dongeng kancil, katak hendak jadi lembu, tupai dan ikan gabus.
4) Pelipur Lara
Dongeng pelipur lara biasanya disajikan sebagai pengisiwaktu istirahat, dibawakan secara romantis, penuh humor, dan sangat menarik. Contohnya adalah dari Jawa Timur terkenal dengan Tukang Kentrung, dan dari Sumatera Barat terkenal dengan Juru Pantun.
5) Cerita Rakyat
Pada umumnya dongeng yang terkait dengan cerita rakyat diciptakan dengan suatu misi pendidikan yang penting bagi dunia anak-anak, misalnya: kisah Malinkundang, Bawang Merah Bawang Putih, timun Emas.
Jenis-jenis dongeng berdasarkan pengertian di atas adalah dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat, dunia binatang, cerita untuk pelipur lara, berkaitan dengan kepercayaan nenek moyang, dan cerita rakyat.